Selasa, 16 November 2010

Membuat Produk Makanan UKM Berkelas Dunia



Kemasan atau packaging menjadi bagian penting dalam suatu produk. Bahkan produk itu terlihat berkulitas karena cara pengemasannya. Perusahaan besar telah melakukannya dengan tujuan mengundang minat konsumen.

Bukti ketertarikn konsumen membeli produk khususnya makanan dari produsen besar telah mendatangkan omset sebesar Rp 600 triliun per tahun. Sementara produk sejenis yang digeluti oleh sektor usaha kecil dan mnengah (UKM) tertinggal jauh, yakni Rp 60 triliun. Demikian dijelaskan Thomas Darmawan, mantan Ketua Gabungan Pengusaha Makanan dan Minuman Indonesia (Gapmmi), pada wartawan saat pra lounching SMEs’Co UKM Food and Packaging Expo 2010, di Kantor Kementerian Koperasi dan UKM awal Oktober.

Thomas menambahkan kesadaran untuk menonjolkan kemasan yang inovatif belum menjadi prioritas bagi kelompok UKM. “Mereka belum menyadari akan pentingnya kemasan dalam strategi pemasaran produknya," tandasnya.

Menurut Ketua Asosiasi Pengusaha Pengolahan & Pemasaran Produk Perikanan Indonesia (AP5I) ini, banyak produk sejenis di pasar yang diproduksi perusahaan luar negeri. Mereka menguasai pasar lokal dengan mengalahkan produk UKM Indonesia, karena kemasan produk lokal kurang menarik minat konsumen dan dianggap tidak higienis. Padahal, katannya jika dikemas dengan baik akan mendatangkan nilai tambah dari produk tersebut. “Kemasan produk UKM kita masih sangat sederhana sehingga sulit untuk dapat bersaing dengan produk luar," terangnya lagi.

Menyadari pentingnya hal tersebut, Kementerian Koperasi dan UKM melalui Deputi Bidang Pemasaran dan Jaringan Usaha berupaya menyosialisasikan tentang pentingnya desain dan kemasan produk tersebut. Neddy Rafinaldy Halim sang Deputi menjelaskan, melalui pameran Small Medium Enterprise and Cooperative (SMEs’Co) Food and Packaging Expo 2010 yang digelar pada 27-31 Oktober 2010 itu untuk meningkatkan kinerja UKM mempromosikan produk-produknya di bidang makanan dan minuman yang dikemas sangat menarik.

Penyelenggaraan pameran yang berlangsung di gedung SMEsCO Jakarta ini, Neddy mengharapkan, kemasan produk makanan dan minuman olahan UKM kita kelak akan mampu bersaing di pasar lokal maupun global. Sehingga produsen UKM dapat menikmati nilai tambah tersebut. “Kami akan terus berupaya melakukan pembinaan terhadap mereka dengan menggandeng berbagai pihak terkait dalam pembuatan kemasan yang menarik agar produk UKM ini bisa laku di pasar lokal maupun global,” tegasnya.

Neddy menambahkan, dalam pameran tematik ini akan menampilkan produk-produk unggulan koperasi dan UKM yang bergerak di bidang makanan, minuman, packaging, alat saji, dan teknologi proses makanan dan minuman.

Pameran bertemakan “Mengangkat Citra Makanan dan Minuman UKM Indonesia Menuju Pasar Global” ini melibatkan pelaku koperasi dan UKM dari 15 provinsi, seperti Sumbar, Babel, Lampung, Sumsel, Sulsel, Banten, DKI Jakarta, Jabar, Jateng, Jatim, DIY, Bali, NTB, NTT dan Kalsel.

Dalam pameran tersebut Kementerian Koperasi dan UKM menargetkan sedikitnya dikunjungi 5.000 orang, termasuk 100 buyers/pembeli (90% buyers lokal dan 10% internasional). Dengan nilai transaksi diproyeksikan mencapai Rp 5 miliar. “Tapi yang terpenting usai pameran ini, mereka akan terus menjalin kontak bisnis. Dalam expo ini kita upayakan untuk mengangkat citra makanan dan minuman UKM Indonesia menuju pasar global," ujar Neddy. Slamet AW.

KSP Nasari Pati biayai Usaha Kecil


Luasnya wilayah Kabupaten Pati tak menjadi kendala bagi Kantor Cabang Pembantu (KCP) Pati untuk membiayai para pensiunan, terutawa yang ada di wilayah Kawedanan Juwana-Pati. Di wilayah ini banyak pensiunan yang mengakses kredit mikro, kredit pendidikan maupun kredit multi guna yang selama ini menjadi produk unggulan KSP Nasari.
Karno, pensiunan pegawai DPU yang pensiun 1991 dan beralamat di Desa Mojoagung RT 06/01, Juana, Pat- Jawa tengahi ini mengaku sangat merasakan manfaat adanya KSP Nasari yang memberikan pinjaman modal. Dan pinjaman tersebut digunakan untuk usaha pembuatan batu bata.
Adapun usaha batu bata pria yang lahir pada 01 Juli 1936 ini telah dijalani hampir 21 tahun dan berkembang dengan baik.
Lelaki berputra 6 anak ini menuturkan pada Info KUKM, ketika sedang kesulitan modal, KSP Nasari datang menawarkan bantuan dengan memberikan pinjaman. Tepatnya mulai mngenal koperasi yang khusus melayani pensiunan ini pada tahun 2007. Pinjaman pertama untuk perkenalan jumlahnya baru Rp 340 ribu, kemudian karena angsurannya lancar, maka plafond pinjaman pun terus dinaikan setiap periode, hingga pada 04 Juni 2010 pinjaman pria 74 tahun ini menjadi Rp 10 juta dengan agunan SKEP.
“Saya senang pinjam ke KSP Nasari yang masih percaya memberikan pinjaman pada kami, selain pelayanan yang memuaskan juga prosesnya cepat. Saya percaya, mungkin seusia saya bank sudah tidak sudi lagi memberikan kredit, tapi koperasi ini masih mempercayainya,” tuturnya senang.
Untuk memperlancar usahanya dia dibantu satu orang tetangganya dengan kalkulasi perhitungan upah Rp 100 ribu untuk 500 batu bata. Dalam sehari rata-rata bisa memproduksi 500 batu bata.
A Umar/ A Yuliawan