Senin, 09 Agustus 2010

Saatnya Revolusi Putih Dimulai




Untuk mempersiapkan generasi emas seperti Jepang dan Korea yang sukses sebagai peserta Piala Dunia, pemerintah Indonesia pun kini mendorong gerakan “revolusi putih” yakni gerakan minum susu bagi seluruh lapisan masyarakat Indonesia. Kenapa hal ini baru dilakukan dan sejauh mana petani susu meresponnya.


Jepang dan Korea Selatan merupakan dua negara Asia yang baru saja kita saksikan sebagai peserta perhelatan akbar Piala Dunia 2010 di Afrika Selatan. Meski perjalananya masih terhenti di enam belas besar, tapi kedua negara tersebut telah lebih unggul dari puluhan negara di kawasan Asia. Bahkan bisa disandigkan prestasin olah raga khususnya sepak bola dengan negara di benua Amerika dan Eropa.

Dengan contoh yang diberikan kedua negara tersebut, tentu negara-negara di kawasan yang sama ingin meniru reputasinya. Demikian Indonesia juga berpikir apa yang dibuat mereka itu bukan ujug-ujug, tetapi dibangun. Seperti memperhatikan gizi generasi mudanya sejak dini. Sehingga para pemuda kedua negara itu, memiliki ketahanan fisik yang kuat serta kecerdasan tinggi dalam segala bidang termasuk olah raga.

Untuk mempersiapkan generasi emas tersebut, Presiden Susilo Bambang Yudhoyono, pun telah mendorong gerakan minum susu bagi seluruh lapisan masyarakat Indonesia. Tepatnya saat menghadiri puncak peringatan Hari Koperasi di Surabaya (15/7) lalu, Presiden meminta masyarakat untuk gemar minum susu, dengan demikian anak-anak muda Indonesia bisa seperti di negara Jepang dan Korea yang memiliki ketangguhan secara fisik dan kecerdasan otak di segala bidang. “Saya berharap dalam Piala Dunia 2014, sepak bola Indonesia menjadi salah satu peserta atau dalam kejuaraan Piala Asia, Indonesia menorehkan prestasinya,” harap Presiden.

Tentu apa yang didengungkan kepala negara itu akan berdampak positif jika didukung semua pihak ikut mengkapanyekan secara ril. Bukam hanya seremonial atau slogan semata. Di lain pihak jikaa gerakan ini menjadi kenyataan akan ikut mendorong pertumbuhan ekonomi. Mengingat Indonesia yang dikenal sebagai negara agraris ini memiliki jutaan hektar lahan pertanian dan lahan hijau yang ditumbuhi rumput-rumput. Yang mana sangat cocok untuk membudidayakan peternakan susu sapi perah.

Untuk itu hendaknya statmen presiden itu brubah menjadi komitmen pemerintah untuk mewujudkan revolusi putih itu benar-benar terjadi. Selain meningkatkan kualitas generasi muda, juga gerakan tersebut berdampak langsung bagi peningkatan kesejahteraan para petani susu yang selama ini tergabung dalam koperasi maupun UKM. Dengan gerakan tersebut para petani susu dituntut mampu memproduksi susu dalam jumlah besar agar cukup dikonsumsi oleh generasi muda.

Tugas bagi para petani dalam gerakan tersebut, menurut Menteri Koperasi dan UKM Syarifuddin Hasan merupakan tugas yang sangat berat, apalagi faktanya jumlah penduduk Indonesia yang terbiasa minum susu tersebut masih sangat sedikit. Disamping itu pula, para petani susu harus mampu memproduksi susu segar dengan jumlah yang banyak agar mampu mencukupi kebutuhan masyarakat yang ingin meningkatkan kualitas hidupnya. “Kalau ini berjalan kami kira ini merupakan pekerjaan besar dan akan meningkatkan kesejahteraan bagi koperasi petani susu di berbagai daerah,” kata Menkop dan UKM.

Karuan angin segar itu mendapat tanggapan para pelakunya. Momentum pencanangan gerakan minum susu itu minimal telah ditangapi oleh komunitas petani yang tergabung dalam Gabungan Koperasi Susu Indonesia (GKSI). Bahkan mereka sebenarnya telah menunggu lama momentum tersebut. Dengan harapan nasib petani susu bisa sejahtera. Seperti dituturkan Ketua Gabungan Koperasi Susu Indonesia (GKSI) Jawa Barat, Dedi Setiadi, gerakan tersebut dapat tewujud asal pemerintah mau melakukan pembenahan regulasi, terkait kebijakan susu yang selama ini tak berpihak pada petani susu. “Pencanagan gerakan minum susu secara nasional oleh presiden merupakan momentum bagi kami untuk memperbaiki kebijakan-kebijakan nasional terkait dengan masalah produktivitas susu selama ini,” ujarnya.

Untuk mengkonkritkan gerakan revolusi putih itu, Dedi menambahkan, GKSI mendukung serta akan membuat program dan strategi yang mampu mendorong masyarakat untuk mengkonsumsi susu, yang kini dituangkan dalam program jangka pendek, menengah dan panjang. Untuk menyusun sebuah blue print tesebut GKSI berkerjasama dengan Dewan Koperasi Nasional (Dekopin). Dengan demikian gerakan minum susu bisa tersosialisasikan di masyarakat dengan baik.

Sementara Himpunan Kerukunan Tani Indonesia (HKTI) bahkan sudah sejak lama mencanangkan program tersebut. Selama kepemimpinanya di HKTI Prabowo Subianto telah memasukkan revolusi putih sebagai bagian dari program kerjanya. Dalam setiap kesempatan acara HKTI dia mengatakan selalu menyatakan, untuk menjadikan generasi emas penerus bangsa diperlukan generasi yang sehat dan kuat fisiknya. Untuk itu angka indek pembangunan manusia (IPM) Indonesia harus meningkat dan tidak rendah dibandingkan dengan negara lain. Untuk itu perlu gizi yang cukup dan mengkonsumsi susu merupakan cara tepat membentuk generasi muda yang kuat dan tangguh.

HKTI juga berharap adanya revolusi putih ini ada kesinergian dalam meningkatkan taraf hidup para petani susu. Mereka akan meningkatkan produktivitasnya jika permintaan konsumsi susu dari masyarakat meningkat tajam dengan demikian para petani susu akan sejahtera. “Pencanangan gerakan revolusi putih inilah yang harus kita dukung bersama-sama untuk menuju Indonesia emas di waktu yang akan datang,”tandas Prabowo.

Bercermin Pada India

Keinginan kuat Ketum HKTI dalam revolusi putih guna memajukan generasi emas tersebut bukan hanya sekedar retorika saja. Ia mamaparkan gerakan minum susu tersebut terinspirasi dari negara India yang sudah lama melakukannya. Menurutnya saat ini India merupakan salah satu negara dunia terkuat dari segi teknologi IT, bahkan India juga telah mengembangkan industri otomotif yang telah dipasarkan diberbagai belahan dunia. Bersama Cina, India kini menjadi kekuatan macan Asia yang banyak diperhitungkan oleh negara-negara lain. Kesuksesan India dalam mengembangkan SDM, imbuh Prabowo tak lepas dari komitmen kebijakan negaranya dalam mengembangkan revolusi putih.

India menerapkan kebijakkan tiap keluarga harus memiliki ternak sapi sehingga setiap keluarga akan terbiasa mengkonsumsi susu sapi. Selain itu, pemerintahnya juga memandang dengan budidaya tersebut akan ada pendapatan tambahan bagi masyarakat yang berdampak pada pendapatan perkapita negara tersebut.

Konsep India menurutnya harus bisa diterapkan di Indonesia. Apalagi Indonesia memiliki lahan yang luas dan sangat cocok untuk pengembangbiakkan sapi. Prabowo yakin jika gerakan revolusi putih berhasil, Indonesia akan melahirkan genarasi emas yang memiliki mahakarya untuk pengembangan peradaban.”Untuk itu revolusi putih wajib untuk dilakukan,” pungkasnya. (Agus Yuliawan).

12 Tahun Berkarya, sabet Satya Lencana Pembangunan


Hasil kerjanya yang tak kenal menyerah kini membuahkan hasil. Satya Lencana Pembangunan pun disematkan Presiden RI padanya, pada puncak peringatan Hari Koperasi di Surabaya 15 Juli lalu.

Apresiasi tertinggi itu memang pantas diberikan padanya. Mengigat, kurang dari 10 tahun KSP Nasari yang dipimpinnya telah berkembang pesat, menjangkau hampir ke seluruh wilayah Indonesia. Melayani lebih 80 ribu anggota/calon anggota yang semuanya adalah pensiunan.

Perkembangan perputaran modal (turnover) yang terus meningkat setiap tahun ikut mempengaruhi pergerakan ekonomi di lapisan akar rumput. Pada periode 2008 misalnya, dana yang digulirkan pada anggota mencapai Rp 296 miliar lebih dan naik pesat pada tahun berikutnya menjadi Rp 373,129 miliar. Demikian total aset juga menanjak pada tahun buku 2009 sebesar Rp 191,439 miliar atau naik sekitar Rp 30 miliar dari tahun sebelumnya yang Rp 161,655 miliar.

Atas kemampuan likuiditasnya itu, KSP Nasari berhasil mengoperasionalkan kegiatan pelayanan pada anggota/calon anggota melalui 1 kantor pusat di Semarang, Jawa Tengah, 10 kantor cabang utama di 10 ibu kota provinsi dan 13 kantor cabang pembantu yang membawahi loket pelayanan di sekitar 240 kabupaten/kota dengan melibatkan sekitar 833 tenaga kerja.

Barangkali prestasi inilah yang dianggap membawa manfaat besar oleh pihak-pihak lain, terutama pemerintah sehingga merasa ikut terbantu atas pogram-programnya yakni mengentaskan kemiskinan dan pengangguran. Selanjutnya merasa perlu memberikan penghargaan tersebut sebagai lambang supremasi atas dedikasinya. Juga diharapkan makin menambah motivasi bagi penerimanya untuk terus berkarya lebih maju lagi.

Meski dalam percakapannya dengan Info UKM belum lama ini, Sahala panggabean menuturkan sepanjang menekuni kegiatannya, tidak bertujuan untuk memperoleh sebuah penghargaan tertinggi. Meski, setelah menggenggam buah manis atas kiprahnya itu, tukas mantan Kepala Cabang Bank BTPN DI Yogyakarta ini sangat merasa tersanjung dan tak henti mengucapkan terima kasih pada pemerintah, yang telah mensuport dan memperhatikan kinerjanya selama ini. “Tujuan saya adalah agar tetap mempunyai kegiatan setelah pensiun, sehingga kebutuhan keluarga akan keuangan dapat tertutupi. Lebih besarnya lagi ya ingin membantu orang lain. Ternyata Tuhan membimbing langkah saya dalam mengembangkan koperasi hingga seperti sekarang. Untuk membalas rasa syukur ini, saya akan berusaha meningkatkan kinerja lebih baik lagi” ujarnya semangat.

Berkali-kali dalam percakapannya itu ia menegaskan bahwa tujuan utamanya memang semata-mata ingin menciptakan kesibukan pasca masa tugasnya di bank tempatnya mengabdi selesai. Pertimbanganya menurut pria kelahiran Dolok Sanggul, 3 April 1950 ini, agar tidak seperti para senior yang terlihat lesu pasca purna tugas. Tak sedikit pula yang setelah lepas dari aktivitas dan rutinitas kantor itu, kondisi badanya mengendur sehingga belum lama menikmati pensiun bermacam penyakit merorongnya, bahkan berita meninggal dunia bergilir terdengar karena beragam penyakit.

Adanya warning itulah, ayah dari Chandra Vokav, Frans Meroga, Ricordiaz dan Riny Tatty ini selalu berupaya menjaga kebugaran dengan beraktivitas. Ia juga bertekad tidak akan pensiun selagi kemampuan, tenaga, pikiran dan kemauan kerja masih bisa tercurahkan untuk kegiatan yang bermanfaat.

Itu sebabnya, jauh sebelum masa pensiun tiba, pria asal kabupaten Tapanuli Utara (sekarang Humbang Hansudutan) Sumut ini segera merealisasikan niatnya dengan mendirikan koperasi pada 31 Agustus 1998. Dipilihnya lembaga ekonomi pro rakyat ini diakui akan mampu berkembang dan bermanfaat bagi orang-orang yang terlibat di dalamnya, dengan catatan asal dikelola profesional layaknya perbankan.

Sebelum niatnya itu terwujud, alumni FE Universitas Trisakti 1976 ini telah melakukan analisa dan observasi tentang baik buruknya koperasi. Pria yang mengakui istrinya Tetty Marganda Situmorag mampu berperan multi fungsi, baik sebagai sekertaris pribadi, mengasuh anak-anaknya, sahabat dan rekan kerja ini, juga sudah banyak melihat contoh orang sukses pasca pensiun dari bermacam bidang. Menurut bankir yang pengabdiannya di perbankan lebih 30 tahun ini, juga menganggap bukan harus modal besar. Hanya, jika cupet konsekuensinya harus kerja keras lagi. “Seperti saya yang modalnya pas-pasan tentu harus berani berjibaku untuk mengangkat derajat pasca pensiun itu. Tentunya, sesuai keahlian saya di bidang jasa keuangan, dan saya melihat koperasi itu yang paling pas. Modalnya tidak harus besar karena bisa kolektif tetapi kalau berkembang mampu mendatangkan kesejahteraan yang besar,” ujarnya.