Kamis, 15 Juli 2010
Berkat CSR Unilever Petani Kedele Tak Takut Klenger
PT Unilever Indonesia sudah tekenal memiliki bermacam produk kebutuhan yang sangat beragam. Demikian program kepedulian sosial dan lingkungannya atau Corporate Social responsibility (CSR) juga aktratif. Pada 2008, misalnya program CSR Unilever telah menyabet penghargaan berskala interbnasional, berupa The Best CSR Program in Asia-Australia-New Zealand.
Salah satu program CSR yang dilakukannya adalah untuk memberdayakan petani kedelai hitam di Yogyakarta dan Jawa Timur. Program inilah yang selanjutnya mendapatkan apresiasi tinggi dari berbagai pihak. Mengingat Unilever tealh melakukan kegiatan pendampingan total, mulai dari teknik budidaya, bantuan modal, pembentukan koperasi, sampai jaminan pasar. Karena kedelai yang dihasilkan petani dibeli oleh Unilever, antara lain untuk bahan baku kecap, sehingga benar-benar bisa meningkatkan pendapatan petani.
Diungkapkan Silvi Tirawaty, Environment Program Manager PT Unilever Indonesia, kegiatan pembiaan petani kedelai di Yogyakarta, tepatnya Bantul ini telah dimulai sejak 2001. Sekarang sudah melibatkan lebih dari 6 ribu petani. Di Bantul inilah merupakan kelompok petani pertama yang mendapat binaan dari Unilever. Bantuan ini diberikan saat mereka mengalami gagal panen akibat bencana alam, serta tidak mempunyai modal.
Untuk mengefektifkan kegiatan pembinaan, para petani kemudian difasilitasi agar membentuk koperasi. Sebab, melalui koperasi pula mereka bisa memperoleh bibit, permodalan, sampai memasarkan kedelainya ke Unilever. ”Unilever membeli kedele petani sesuai dengan harga pasar,” jelas Silvi. Namun demikian petani juga tidak dilarang untuk menjualnya ke pihak lain. Artinya imbuh Silvi Unilever tidak mengikat.
Untuk pembinaan kepada petani kedelai, Unilever menggandeng pihak-pihak yang berkompeten, diantaranya dengan Fakultas Pertanian Universitas Gajah Mada (FP-UGM) dan pemerintah daerah setempat.”Sebelumnya kebutuhan kedelai hitam di Unilever, hampir semuanya impor. Sekarang, sebagian besar sudah dipasok petani binaan Unilever,” jelas Silvi.
Perihal kualitas dan kuantitas kedelai hitam yang dikembangkan Unilever dan UGM, sudah teruji memiliki beberapa keunggulan. Untuk jenis Kultivas Mallika ini, mampu menghasilkan 1,64 ton – 2,93 ton per hektar. Daya simpan kedelai jenis ini juga lebih baik dibanding kedelai kuning (Kultivar Wilis). Berkat menjadi binaan perusahaan dan bimbingan teknis dari UGM, petani kedele yang ada di Jawa Timur dan Yogyakarta, mampu meningkatkan taraf hidupnya. Kelebihan lainnya mereka tidak perlu khawatir lagi dengan risiko gagal panen, kesulitan modal apalagi pemasaran. Sebagai konsekuensinya, mereka terus dituntut untuk melakukan kegiatan budidaya dengan standar tinggi, agar menghasilkan kedelai yang kualitasnya sesuai dengan standar Unilever. SAW. Yans.
BMT Menggerakan Sektor Riil
Peran LKM BMT sebagai penggerak sektor riil pemeritah akan memberikan dukungan terhadap keberadaannya. Paling tidak sinyal itu diberikan Menteri Koperasi dan UKM, Syarief Hasan dihadapan peserta kongres ke II Asosiasi BMT se-Indonesia (Absindo) di Surabaya, belum lama ini. Menkop dengan tegas mengungkapkan kepada sekitar 500 peserta kongres mendukung pengembangan LKM Syariah.
Menurutnya selaku pemerintah pihaknya akan terus mendorong BMT maju, terlebih tujuan BMT adalah untuk mencapai kesejahteraan masyarakat Indonesia. “Ini sudah sejalan kebijakan pemerintahan Presiden Susilo Bambang Yudhoyono yang mendorong pengembangan LKM BMT dan non BMT untuk terus maju,” tegasnya.
Pemerintah mengakui BMT memiliki potensi besar. Sebagai bentuk dukugannya kebijakan tentang BMT Kementerian Koperasi dan UKM telah membuat kebijakan dalam penyusunan institusi lembaga keuangan mikro syariah.
Terkait dengan operasional BMT, menteri pun menyarankan agar sistem pengawasan dan transparasi pengelolaannya perlu dilakukan secara baik, dengan demikian akan menjadi panutan dari sistem keuangan yang lain.
Deputi Pembiayaan Kemenkop dan UKM, Agus Muharram menambahkan, program pengembangan KJKS merupakan salah satu prioritas dalam memajukan pengembangan koperasi dan UKM berbasis syariah. Selain itu orientasi dalam mengembangkan KJKS tak lepas dari semangat munculnya Undang-Undang Perbankan Syariah yang merupakan pilar dari pengembangan ekonomi syariah di Indonesia.
Dalam mengembangkan KJKS tegas Agus, lembaganya telah menindaklanjuti kerja sama dengan Mesir, melalui Salih Kamil Center for Islamic Economics (SKCIE), Universitas Al-Azhar, yang menyatakan kesediaannya untuk menjadi konsultan keuangan dan ekonomi syariah bagi koperasi dan UKM di Indonesia.
Prospektif
Berkaitan jumlah BMT yang terus bertambah memiliki efek positif untuk melayani modal bagi UMK. Menurut data dari Pusat Inkubasi Usaha Kecil (Pinbuk 2005), terbukti dapat memberdayakan masyarakat kelas paling bawah (grass root) secara signifikan. Data tersebut menjelaskan dalam dasawarsa pertama (1995 – 2005), telah tumbuh dan berkembang tak kurang dari 3.300 BMT, dengan asset lebih Rp 1,7 triliun, melayani lebih dari 2 juta penabung dan memberikan pinjaman kepada 1,5 juta pengusaha mikro dan kecil.
Berkaitan dengan pengentasan pengangguran, BMT juga mampu mempekerjakan tenaga pengelola sebanyak 21 ribu. Mereka bekerja di BMT-BMT di seluruh Indonesia yang kinerja usahanya berkembang pesat. Misalnya BMT Dinar di Karang Anyar, Jawa Tengah dengan total aset Rp 31 miliar. BMT Ben Taqwa di Wonosobo Jawa Tengah, asetnya mencapai Rp 30 miliar, BMT BUS Lasem Jawa Tengah dengan Rp 28 miliar, BMT MMU Pasuruan, Jatim memiliki aset Rp 17 miliar, BMT Marhamah Wonosobo beraset Rp 13 miliar, BMT Tumang Boyolali aset Rp 4 miliar, BMT Baitur Rahman Bontang, Kaltim beraset Rp 6 miliar dan BMT PSU Malang dengan aset Rp 5,6 miliar.
Bukti BMT ini berkinerja baik, tidak hanya dipraktekan primernya saja, tetapi wadahnya BMT ini juga unggul. Jumlah asetnya terus meningka dari Rp 22,342 miliar pada tahun buku 2008 menjadi menjadi Rp 43, 339 miliar periode berikutnya. Demikian non performing loan (NPL/kredit macet) juga hanya 2 persen.
Sementara untuk yang konvensional sesuai data dari Deputi Pembiayaan, Kementerian Koperasi dan UKM juga cukup digdaya dengan total simpanan masyarakat Rp 7,47 triliun. Adapun pinjaman yang diberikan pada pelaku UMKM mencapai Rp 8,92 triliun.
Rabu, 14 Juli 2010
Koperasi Berkualitas Kontribusi Entaskan Kemiskinan
Pada akhir periode Kabinet Indonesia Bersatu (KIB) pemerintah menargetkan pertumbuhan ekonomi 7,7%. Dampaknya angka kemiskinan dan pengangguran akan menyusut. Salah satu sektor yang berpotensi terhadap pencapaian tersebut adalah koperasi.
Pertumbuhan ekonomi pada 2009 menembus angka 4,5% dan pada 2010 angka ini ditengarai akan naik hingga 1,5%. Sinyal tersebut diperoleh dari Menteri Perekonomian Hatta Rajasa, bahwa perekonomian Indonesia akan tumbuh 6 persen. Hal tersebut diungkapkanya pertengahan Mei lalu di Gedung Dewan Senayan. Parameternya adalah makin meningkatnya konsumsi pemerintah dan swasta pasca disahkannya APBN-P 2010.
Kalau prediksi itu tepat, target itu jelas bisa terlampaui. Apalagi masa kerja KIB jilid II ini masih empat tahun lagi. Bisa dikatakan tidak terlalu sulit mencapai angka yang tinggal 1,7% itu. Dengan memberdayakan satu sektor saja, yakni koperasi sudah tertutup. Apalagi jumlahnya yang besar sesuai data Kementerian Koperasi dan UKM per April 2010 jmencapai 166.155 unit dengan anggota mencapai 27 juta orang.
Angka tersebut merupakan potensi besar untuk berpartisipasi mengentaskan kemiskinan dan menyejahterakan masyarakat. Koperasi diyakini memiliki kemampuan untuk mengurangi kemiskinan, menyerap pengangguran, memperkuat integrasi sosial dan memiliki kepedulian terhadap lingkungan. Sangat lazim memberikan kontribusi terhadap pertumbuhan ekonomi 7 persen. Dengan demikian dampaknya dapat menurunkan angka kemiskinan sebesar 8-10%, dan mengempiskan pengangguran 5-6 persen pada akhir 2014 mendekati kenyataan.
Menteri Koperasi Syarief Hasan pada acara Rapat Kerja Nasional (Rakenas) Dekopin, pertengahan Mei lalu di Jakarta, menyebutkan jumlah koperasi yang besar itu, seandainya 50% saja yang berkualitas dan jika setiap koperasi menyerap tenaga kerja minimal 3 orang, akan menampung sekitar 240 ribu orang. Jumlah tersebut bisa lebih besar lagi ditambah anggota koperasi yang juga berhasil menjadi pelaku usaha, atas fasilitasi modal yang diberikan koperasinya. “Dengan kondisi demikian berarti satu persen pertumbuhan ekonomi sudah terciptakan,” ujarnya.
Tentu, yang diungkapkan menteri itu masih butuh kerja keras mewujudkannya. Secara kuantitas koperasi yang ditengarai aktif sekitar 60% atau 118.616 koperasi. Sayangnya yang berkualitas masih minim. Untuk itu jika pemerintah ingin mencapai angka pertumbuhan ekonomi yang telah dipatoknya, perlu langkah konkret. Bukan lagi dengan retorika atau seremoni belaka untuk memberdayakan koperasi.
Kementerian Koperasi dan UKM sebagai institusi yang berwenang membina dan memberdayakan, dituntut mempunyai strategi untuk menggebrak peluang agar koperasi tumbuh dan berkembang secara kualitas.
“Kami telah melakukan berbagai langkah dan strategi, salah satunya dengan mencanangkan Gerakan Masyarakat Sadar Koperasi (Gemaskop) pada akhir April. Dengan melibatkan kaum perempuan lebih intensif lagi bergerak dalam sektor ekonomi,” tandas Menteri Koperasi dan UKM, Syarief Hasan pada wartawan di kantornya belum lama ini.
Menurutnya kaum wanita sebagai pengelola koperasi itu lebih baik kinerjanya dan mampu menunjukan prestasi gemilang. Menteri mecontohkan koperasi-koperasi wanita di Jawa Timur yang berjumlah sekitar 8.000 unit itu rata-rata berkinerja baik.
Dengan kaca mata tersebut, menteri berharap besar jika masyarakat mau menekuni koperasi secara intensif di seluruh Indonesia, target pertumbuhan 5,5% mudah tercapai. “Hanya dengan sinergi dalam melakukan pendampingan, advokasi dan fasilitasi terhadap koperasi akan membawa kebangkitan koperasi di masa mendatang,” tegasnya.
Dengan demikian imbuh menteri, eksistensi koperasi terus berkembang dan target 7,7% pertumbuhan ekonomi pada 2014 itu tercapai. Penyerapan tenaga kerja pada 2014 mampu 5-6% dan kemiskinan pada 2014 turun mencapai 8-10%. SAW
OVOP "One Product One Village"
Meniru hal yang baik hasilnya pasti apik dan dampaknya pun bakal baik pula. Salah satu konsep yang dapat itiru dan mungkin berkembang adalah konsep OVOP. Pola ini telah berhasil menciptakan masyarakat di Provinsi Oita, Jepang menuai kemakmuran. Jika kita bisa menirunya, maka cita-cita mengangkat derajat petani bukan isapan jempol.
Dewasa ini OVOP telah popular dikembangkan negara-negara di dunia terutama yang memiliki lahan pertanian subur. Tetapi kita sependapat bahwa gerakan OVOP, awalnya dicetuskan oleh Morihiko Hiramatsu saat menjabat Gubernur Provinsi Oita, Pulau Kyushu, Jepang. Gerakan tersebut ditujukan untuk mengembangkan produk yang diterima global dengan tetap memberikan keistimewaan pada invensi nilai tambah lokal, serta mendorong semangat kemandirian masyarakat.
Kini, konsep OVOP telah diadopsi di berbagai belahan dunia dengan nama yang berbeda-beda tetapi maknanya sama. Misalnya China bernama One Factory One Product yakni untuk sentra unggulan kerajinan kayu, One Barangay One Product (Philipina), Satu Kampung Satu Produk Movement (Malaysia), One Tambon One Product Movement (Thailand) untuk pengembangan hasil laut, One Village One Product a Day (USA) dan One Village One Product (Malawi) dengan produk utama jamur.
Khusus dengan produk dalam negeri menurut konsultan brand dan desainer produk Irvan A. Noe’man, menjadi motor yang memperkenalkan semangat baru OVOP. Dengan sentuhan trend warna, tekstur dan material yang menjadi trend masa depan, produk lokal ini menjadi relevan dengan tampilan kontemporer tanpa menghilangkan cita rasa lokal.
Selanjutnya setelah produk ini menjadi seksi, langkah berikutnya adalah menciptakan demand yang diciptakan melalui eksposur. Ecommerce menjadi solusi agar produk-produk